Sekolah Rakyat (SR) identik dengan cikal bakal Sekolah Dasar(SD)di zaman penjajahan Jepang. Sebelum berganti nama SR sangat melekat sekali dengan pendidikan anak-anak Indonesia di
masa itu.
Tentu saja, kita terpana dengan kondisi saat ini,
Indonesia sudah merdeka setengah abad lebih. Bahkan, sudah lima kali
berganti presiden, tapi masih terdapat anak-anak kurang mampu yang tidak
bisa mengeyam pendidikan dengan baik.
Ironis memang, tapi itulah
potret nyata yang terjadi di negeri tercinta ini dan ini juga penyebab
kemerosotan pendidikan Indonesia, dimana ditandai dengan meningkatnya
jumlah anak putus sekolah usia SD. Belum lagi mereka yang tidak
melanjutkan ke tingkat SMP. Penyebab utamanya adalah ketidakmampuan
masalah biaya sekolah.
Atas dasar itu, upaya pihak-pihak terkait
memberikan fasilitas untuk memutus rantai kemiskinan keluarga dengan
mendirikan sekolah rakyat bagi orang miskin, patut diapresiasi.
Adalah
Yayasan Sekolah Rakyat Indonesia (YSRI) cikal bakal berdirinya Sekolah
Rakyat Ancol (SRA) yang kini sudah meluluskan ratusan siswa didik putus
sekolah.
Yanuar yang merupakan ketua yayasan mengatakan, YSRI
berdiri tidak sengaja dari sebuah keadaan. Waktu itu, krisis moneter
melanda Tanah Air pada 1998. Ekonomi lesu, rakyat semakin miskin dan
terpuruk, anak-anak seharusnya dijam-jam belajar berada di ruang kelas,
bukan sibuk menjajakan dagangannya atau menawarkan jasa semir sepatu.
Akhirnya,
pada 2001 lahirlah SMP terbuka yang diberi nama SRI (Sekolah Rakyat
Indonesia), seperti dikutip dari buku “Membangun Impian Anak Negeri”.
Pertama lima kelas dibuka dan lokasi kegiatan belajar mengajar menumpang
di Masjid, kantor RW atau ruang apa saja yang bisa dipakai untuk
menumpang 15 murid.
Berangkat dari situ, mulailah YSRI mencari
murid lainnya, mencari buku tambahan, dan mencari tenaga didik relawan
yang berasal dari kalangan mahasiswa.
Namun dalam perjalanannya
bukanlah pekerjaan mudah. Meski ditawarkan cuma-cuma/gratis, tapi bukan
jaminan mendapatkan murid dengan mudah.
Banyak orang tua tidak
yakin bahwa keputusan memasukkan anaknya bersekolah merupakan langkah
awal untuk menyongsong masa depan kehidupan yang lebib baik. Mereka
lebih suka anaknya menjadi salah satu sumber instant pencaharian ekonomi
keluarga. Tampak sekali bahwa kesadaran akan pentingnya pendidikan
belum tumbuh di antara warga.
Untuk mendapatkan murid, para guru
harus berjalan berkeliling menelusuri gang-gang sempit dari rumah ke
rumah mencari anaknya yang putus sekolah. Iming-iming gratis, tidak
cukup membuat para orangtua tertarik dan mendaftarkan anaknya.
Pemerintah Tak Tahu
Berdirinya
sekolah rakyat sejak 10 tahun silam yang berlokasi di Bekasi dan Ancol,
hingga kini keberadaanya belum diketahui oleh pemerintah. Padahal,
sekolah rakyat jelata itu, banyak meluluskan anak-anak miskin pinggiran
ibu kota.
Entah apa alasan Dirjen Pendidikan Dasar Kemendiknas,
Suyanto yang hingga kini mengaku belum mengetahui keberadaan sekolah
rakyat itu. Baginya, sekolah rakyat itu hanya sebuah brand image saja.
“Mungkin
itu hanya sebuah brand image sama seperti sekolah duafa, sekolah miskin
dan lainnya. Sekolah bagi orang yang kurang mampu,” ujar Suyanto kepada
okezone.
Meski begitu, pemerintah sudah berupaya meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia melalui dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS). Jumlahnya tidak kecil, dna itu sudah ada sejak 2005. Untuk tahun
2012 ini mencapai peningkatan fantastis Rp23,59 triliun, jika sebelumnya
hanya Rp16,81 triliun (2011).
Dengan angka itu, mengapa masih
ada masyarakat miskin yang hingga kini belum menikmati pendidikan layak.
Praktisi pendidikan, Arif Rahman menilai, itulah potret pendidikan di
Indonesia yang hingga saat ini masih sangat memprihatinkan.
Selain
mahalnya biaya pendidikan saat ini, permasalahan yang banyak disoroti
dalam dunia pendidikan saat ini adalah rendahnya fisik bangunan sekolah,
sumber daya manusia (kualitas guru), kesejahteraan guru, prestasi
siswa.
Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah.
“Ya orang miskin tidak boleh sekolah.
Pendidikan berkualitas tidak mungkin murah. Tetapi seharusnya siapa
membayarnya?,” tanya Arif saat berbincang-bincang dengan okezone.
Pemerintahlah
yang sebenarnya berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh
pendidikan dan menjamin masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan
bermutu.
Menurutnya, pemerintah disini harus bertanggung jawab
dari infrastruktur dan material. Dimana pemerintah mewajibkan belajar 9
tahun. Tak hanya itu saja selain pemerintah, LSM, masyarakat pada
umumnya juga membantu. dan bagi yang berprestasi masuk ke sekolah negeri
harus gratis.
Ia melihat, lembaga yang peduli dalam mencerdaskan
masyarakat kurang beruntung adalah Sekolah Rakyat Bekasi. Dimana
sekolah ini menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya pendidikan
bagi masa depan anak bangsa.
"Sekolah yang diperuntukan bagi
masyarakat kurang mampu itu juga harus didukung oleh fasilitas sarana
fisik, kualitas guru, prestasi siswa juga harus ditingkatkan, serta
pemerataan pendidikan. Jangan sampai pemerintah menambahi jumlah warga
miskin yang tidak bisa bersekolah," jelas Arif.
Karena itu, diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia.
Angka Putus Sekolah
Dunia
seakan tercengang ketika mengetahui tingginya angka putus sekolah di
Indonesia mulai dari jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak atau
1,7 persen dari 31,05 juta anak SD putus sekolah setiap tahunnya.
Peringkat
Indonesia dalam rilis yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNESCO),
mengalami penurunan. Indeks pembangunan pendidikan Indonesia dalam EFA
Global Monitoring Report 2011, peringkat Indonesia turun pada posisi
ke-69 dari 127 negara.
Anak-anak putus sekolah usia SD dan yang
tak dapat ke SMP tercatat 720.000 Siswa (18,4 persen) dari lulusan SD
tiap tahunnya. Semua itu karena faktor ekonomi. Ada anak yang belum
pernah sekolah, ada yang putus di tengah jalan karena ketiadaan biaya.
Setidaknya
ada empat persoalan yang membuat angka putus sekolah masih cukup
tinggi. Pertama, kemiskinan yang hingga kini belum sepenuhnya teratasi.
Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada Maret 2011, terdapat 30,02
juta orang miskin atau hanya turun 1 juta orang dibanding tahun
sebelumnya. Kemiskinan jelas menjadi momok dalam dunia pendidikan.
Bahkan,
Bagian Perencanaan dan Penganggaran Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar Kemendiknas mengungkapkan, saat ini jumlah siswa miskin di
Indonesia hampir mencapai 50 juta.
Jumlah tersebut terdiri dari
27,7 juta siswa di bangku tingkat SD, 10 juta siswa tingkat SMP, dan 7
juta siswa setingkat SMA. Dari jumlah itu, sedikitnya ada sekitar 2,7
juta siswa tingkat SD dan 2 juta siswa setingkat SMP yang terancam putus
sekolah.
memang perlu di perhatikan lagi biaya pendidikan dan jangkauannya untuk diindonesia, harusnya 2013 ini sekolah sudah gratis... sayang banyaknya orang yg korupsi akan dana pendidikan ini . jangan lupa mampir juga yah ke http://kaosbrandedmurah.blogspot.com/
BalasHapusKalo ada yang mau pesen kaos distro bisa mampir ke blog saya, terima kasih sebelumnya, SIlahkan Klik disini >> Grosir Kaos Distro
BalasHapus